Kekayaan intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karyanya. Dalam hal ini, sering kali terjadi kasus kegiatan pembajakan karya cipta yang merupakan suatu hal yang sangat meresahkan masyarakat penciptaan. Selain itu, kegiatan ini juga tentu merugikan masyarakat pengguna yang benar – benar ingin mendapatkan benda atau barang yang orisinil. Lantas, bagaimana hukum pembajakan hak cipta tersebut?
Hak Cipta dan Ciptaan
Sebagai contoh permasalahan yang akan diangkat adalah hak paten atas desain grafis. Desain ini merupakan karya yang dilindungi menurut Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta). Karya seni rupa dalam segala bentuk seperti lukisan, gambar, ukiran, kaligrafi, seni pahat, patung, atau kolase termasuk karya yang dilindungi.
Yang dimaksud dengan hak paten adalah hak eksklusif atas suatu karya timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu karya diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, sejak suatu karya itu dilahirkan dan dideklarasikan, kuasanya sudah dilindungi.
Hak paten merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi. Lebih jauh dijelaskan dalam penjelasan Pasal 4 UU Hak Cipta bahwa:
“Yang dimaksud dengan hak eksklusif adalah hak yang hanya diperuntukkan bagi Pencipta, sehingga tidak ada pihak lain yang dapat memanfaatkan hak tersebut tanpa izin Pencipta. Pemegang Hak Cipta yang bukan Pencipta hanya memiliki sebagian dari hak eksklusif berupa hak ekonomi.”
Penggandaan dan Pembajakan Ciptaan Tanpa Izin
Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi wajib mendapatkan izin dari pembuat atau Pemegang Hak Paten. Perbuatan pihak yang mempergunakan desain (grafis) Anda dengan menggandakan desain t-shirt Anda kemudian menjualnya merupakan pelaksanaan hak ekonomi yang seharusnya wajib mendapatkan izin terlebih dahulu dari Anda.
Terkait ini, Pasal 9 ayat (3) UU Hak Cipta telah mengatur:
“Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.”
Lebih lanjut, perbuatan ini juga dapat dikategorikan sebagai pembajakan. Pembajakan adalah Penggandaan Ciptaan dan/atau produk kuasa terkait secara tidak sah dan pendistribusian barang hasil penggandaan dimaksud secara luas untuk memperoleh keuntungan ekonomi.
Sanksi pidana untuk penggandaan hak paten (khususnya dalam bentuk pembajakan) diatur dalam Pasal 113 ayat (3) dan (4) UU Hak Cipta:
“(3) Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(4) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).”
Pencatatan Hak Cipta
Perlu diketahui bahwa istilah “pendaftaran” telah diubah menjadi “pencatatan”. Berdasarkan uraian sebelumnya jelas bahwa secara hukum pencatatan hak paten tidaklah diwajibkan. Pencatatan hak paten bukan merupakan syarat untuk mendapatkan Hak Paten dan Hak Terkait. Perlindungan suatu ciptaan dimulai sejak ciptaan itu ada atau terwujud dan bukan karena pencatatan. Hal ini berarti suatu karya baik yang tercatat maupun tidak tercatat tetap dilindungi Jadi, untuk mendapatkan perlindungan Hak Paten tidak diperlukan adanya pencatatan atas pemilik.
Akan tetapi, pendaftaran atas suatu kuasa ini kemudian akan menjadi penting dan esensial dalam hal bila terjadi sengketa dengan pihak ketiga (bila ada pelanggaran hak paten). Pencatatan dimaksudkan untuk kepentingan pembuktian manakala terjadi sengketa atas Hak Paten tersebut.
Apabila terjadi suatu perselisihan/persengketaan/klaim antara dua belah pihak yang menyatakan bahwa masing-masing dari mereka itu adalah pemegang hak paten atas suatu karya, maka pendaftaran atas karya yang dilakukan oleh pemilik karya atau pemegang hak paten atau kuasanya dapat menjadi suatu alat bukti yang kuat di depan persidangan yang sekaligus juga menjadi suatu bahan pertimbangan bagi Hakim untuk menentukan siapa pemegang kuasa yang sah.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 31 UU Hak Cipta bahwa kecuali terbukti sebaliknya, yang dianggap sebagai Pencipta yaitu orang yang namanya:
- Disebut dalam Ciptaan;
- Dinyatakan sebagai Pencipta pada suatu Ciptaan;
- Disebutkan dalam surat pencatatan Ciptaan; dan/atau
- Tercantum dalam daftar umum Ciptaan sebagai Pencipta.
penerjemah | interpreter | legalisasi |