Jual-Beli barang dengan pihak Asing akhir-akhir ini sedang marak. Unsur asing yang melekat dalam perjanjian akan membawa artikel ini membahas mengenai sistem hukum asing.
Hukum yang berlaku untuk jual-beli barang dengan pihak asing
Hukum yang berlaku untuk jual-beli barang dengan pihak asing adalah hukum yang telah dipilih oleh para pihak. Karena para pihak memiliki kebebasan dan kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi mereka.
Dalam hal ini muncul terjadi perselisihan atau sengketa di kemudian hari dengan hukum yang telah dipilih akan berlaku untuk menyelesaikan perkara yang ada di antara para pihak.
Batasan-batasan dalam pilihan hukum
Walaupun para pihak memiliki kebebasan dan kewenangan untuk memilih hukum yang dapat berlaku bagi mereka, tetap ada batasannya. Batasan, pilihan hukum tidak boleh bertentangan dengan apa yang disebut dalam hukum perdata Internasional sebagai ketertiban umum. Jadi ada berbagai batasan yang membatasi jual-beli barang dengan pihak asing.
Maksudnya, hukum yang dipilih sesuai dengan prinsip-prinsip dasar hukum Indonesia. Misalnya dalam bidang-bidang tertentu ada peraturan Indonesia yang dengan tegas mengatakan bahwa perjanjian di bidang itu harus tunduk pada hukum Indonesia. Maka aturan tersebut tidak dapat disimpangi oleh para pihak.
Pilihan hukum juga tidak diperbolehkan apabila pilihan hukum itu ternyata akal-akalan para pihak untuk menyimpangi larangan yang ada dalam hukum Indonesia. Akal-akalan seperti ini dalam hukum perdata internasional disebut dengan penyelundupan hukum
Hukum perdata internasional
Mengutip dari buku Dasar-Dasar Hukum Perdata Internasional menrurut Mochtar Kusumaatmadja, hukum perdata internasional didefinisikan sebagai:
“Keseluruhan kaidah atau asas hukum yang mengatur hubungan perdata yang melintas batas negara. Atau dapat dikatakan bahwa HPI adalah hukum yang mengatur hubungan hukum keperdataan antara pelaku hukum yang masing-masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berbeda”.
Hukum perdata internasional dapat dikaitkan oleh jual-beli barang dengan pihak asing. Nanti didalamnya akan terdapat renvoi. Tapi, dalam artikel ini tidak dibahas mengenai Renvoi, namun akan lebih menitikberatkan kepada satu persoalan keabsahan perjanjian yang tidak disertakan materai.
Keabsahan perjanjian tanpa materai
Keabsahan perjanjian dalam hal jual-beli barang dengan pihak asing tidak ditentukan oleh ada tidaknya materai. Ditegaskan pada pasal 1 ayat (1) UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai (UU Bea Materai):
“Dengan nama Bea Meterai dikenakan pajak atas dokumen yang disebut dalam Undang-undang ini”
Artinya, materai tidak menentukan keabsahan dari suatu perjanjian atau tidak. Berkenaan dengan menggunakan materai atau tidak, tergantung dari dokumen yang akan digunakan. Serta dengan perjanjian atas kedua belah pihak.
Jika kedua belah pihak melanggar
Misalkan para pihak tidak memilih hukum yang berlaku, hakim akan menentukan hukum yang berlaku sesuai dengan prinsip-prinsip hukum perdata internasional atau HPI. HPI digunakan karena konteksnya adalah jual-beli barang dengan pihak asing. Hukum ini terdengar sepele, namun ketika kita sudah membuat perjanjian dengan melibatkan unsur asingnya, hal ini akan menjadi sangat penting. Solusinya, ikuti prosedur dan Undang-Undang yang sudah ada dan tertera. Jangan sampai Anda terlibat dengan hukum yang Anda sendiri tidak mengerti.
Jual-beli barang dengan pihak asing tidak mungkin menggunakan bahasa Indonesia, pastinya akan menggunakan bahasa yang disepakati oleh dua belah pihak. Entah itu bahasa Inggris, Mandarin, atau lain sebagainya. Mega Translation Service memiliki layanan penerjemah tersumpah ke dalam berbagai bahasa. Kami dapat dihubungi dalam 24 jam.
penerjemah | interpreter | legalisasi |