Pemberian subsidi dalam kegiatan perekonomian ternyata tidak sepenuhnya membawa dampak positif. Dalam ranah perdagangan internasional, subsidi justru dianggap sebagai salah satu bentuk hambatan non – tarif. Lalu, bagaimana peraturan subsidi dalam ranah internasional?
Ketentuan dalam Perjanjian Multilateral
Persetujuan Umum mengenai Tarif dan Perdagangan atau General Agreement on Tariffs and Trade 1994 (GATT) merupakan perjanjian perdagangan multilateral yang berdasarkan pendahuluannya, tujuan dari perjanjian ini adalah pengurangan substansial atas tarif dan hambatan perdagangan lainnya dan penghapusan perlakuan diskriminasi dalam perdagangan internasional.
Salah satu prinsip dari perdagangan yang telah diatur dalam GATT adalah prinsip persaingan yang adil (fairness principle). Untuk menciptakan persaingan yang adil, GATT menetapkan ketentuan – ketentuan di antaranya adalah pembatasan pemberian subsidi terhadap produk ekspor.
Aturan mengenai subsidi sendiri pun telah diatur dalam Pasal XVI GATT dan lebih lanjut dalam Agreement on Subsidies and Countervailing Measures 1995 (SCM) yang mengatur lebih rinci mengenai subsidi dan tindakan yang dapat diambil oleh negara anggota yang dirugikan akibat adanya produk ekspor yang disubsidi negara lainnya.
Jenis – Jenis Subsidi
Dalam Pasal 1.1 SCM memberikan definisi umum mengenai subsidi yang akan menjadi acuan dalam penentuan apakah subsidi tersebut diperbolehkan atau tidak, yaitu:
For the purpose of this Agreement, a subsidy shall be deemed to exist if:
- (1) there is a financial contribution by a government or any public body within the territory of a Member (referred to in this Agreement as “government”), i.e. where:
- a government practice involves a direct transfer of funds (e.g. grants, loans, and equity infusion), potential direct transfers of funds or liabilities (e.g. loan guarantees);
- government revenue that is otherwise due is foregone or not collected (e.g. fiscal incentives such as tax credits)
- a government provides goods or services other than general infrastructure, or purchases goods;
- a government makes payments to a funding mechanism, or entrusts or directs a private body to carry out one or more of the type of functions illustrated in (i) to (iii) above which would normally be vested in the government and the practice, differs from practices normally followed by governments; or
(2) There is any form of income or price support in the sense of Article XVI of GATT 1994; and
-
- a benefit is thereby conferred
Berdasarkan uraian tersebut, maka subsidi dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu:
- Hibah pemerintah (grant);
- Pinjaman pemerintah (loan);
- Pemasukan modal pemerintah (equity infusion);
- Penjaminan pinjaman oleh pemerintah (loan guarantee);
- Insentif fiskal seperti kredit pajak (tax credit);
- Penyediaan barang dan jasa oleh pemerintah, serta pembelian barang oleh pemerintah diluar infrastruktur umum;
- Mekanisme pendanaan oleh pemerintah kepada lembaga privat yang melakukan tindakan a-f diatas;
- Dukungan pendapatan (income subsidy); dan
- Dukungan harga (price subsidy).
Subsidi yang diberikan kepada semua pihak sepanjang memenuhi kriteria atau persyaratan yang diatur dalam suatu per undang – undangan, bukan merupakan subsidi yang spesifik, sehingga tidak termasuk dalam ruang lingkup yang diatur dalam SCM.
Pembatasan Subsidi
Dilansir dari buku Hukum Perdagangan Internasional (2018) karya Muhammad Sood, dijelaskan bahwa pemberian subsidi dalam perdagangan internasional, hanya boleh diberikan untuk pengembangan produk primer.
Produk primer adalah produk-produk dari sektor kehutanan, pertanian, dan perikanan. Selain produk primer, subsidi tidak boleh diberikan. Apabila ada produk non primer yang mendapatkan subsidi, maka negara yang merasa dirugikan akibat subsidi tersebut dapat mengenakan bea masuk imbalan.
Tolak Ukur Subsidi yang Dilarang
Menurut Mthuo Mathushita, et.al dalam The World Trade Organization, Law, Practive, and Policy, berdasarkan ketentuan Pasal 1 dan Pasal 2 SCM yang dikutip dari hukumonline.com maka terdapat tiga elemen dasar dalam menentukan subsidi berdasarkan SCM, yaitu:
- Subsidi harus merupakan suatu kontribusi keuangan dari pemerintah atau badan publik;
- Harus memberikan manfaat
- Harus spesifik kepada penerima tertentu.
SCM kemudian membagi subsidi ke dalam 2 (dua) kategori utama, yaitu:
- Subsidi yang dilarang (prohibited subsidies) sebagaimana diatur dalam Bagian II SCM; dan
- Subsidi yang dapat dikenakan tindakan (actionable subsidies) sebagaimana diatur dalam Bagian III SCM.
Subsidi sebagaimana ditentukan dalam Pasal 3.1 SCM adalah per seillegal, yaitu sama sekali dilarang tanpa kewajiban negara pelapor membuktikan adanya dampak kerugian ekonomi yang dialami negaranya akibat adanya suatu produk impor bersubsidi dari negara lain.
Dengan demikian, subsidi yang dilarang dalam rangka perjanjian perdagangan internasional adalah subsidi dari pemerintah kepada perusahaan atau industri tertentu, dengan jenis utamanya adalah subsidi produk ekspor atau subsidi produk substitusi impor.
Dalam hal subsidi kegiatan ekspor – impor antar negara ini mungkin akan menimbulkan banyak sekali peraturan di setiap negaranya seperti salah satu contoh kasus Eropa yang menganggap Indonesia melakukan subsidi tertentu terhadap produk kelapa sawit, sehingga Eropa memutuskan untuk menaikkan tarif barang masuk dari Indonesia.
Hal tersebut, Uni – Eropa menggunakan jalur investigasi sendiri untuk mengenakan bea perimbangan (countervailing duty) terhadap minyak kelapa sawit dari produsen Indonesia.
Layanan Mega Translation Service
Jika Anda ingin konsultasi mengenai peraturan subsidi ekspor – impor, sehingga mempermudahkan Anda dalam kepengurusan kegiatan perdagangan antar negara. Dari menerjemahkan dokumen, interpreter, hingga legalisasi, Anda dapat menghubungi Mega Translation Service. Kami dapat dihubungi selama 24 jam. Hubungi kami disini.
penerjemah | interpreter | legalisasi |