Perjanjian Internasional dengan hukum nasional memiliki perkembangan pesat belakangan ini. Pertanyaannya bagaimana jika perjanjian internasional bertentangan dengan konstitusi? Di artikel ini akan dibahas mengenai perjanjian internasional yang bertentangan dengan konstitusi.
Apa itu perjanjian internasional dengan hukum nasional?
Perkembangan internal yaitu reformasi ketatanegaraan Indonesia yang ditandai dengan proses demokratisasi dalam bidang hukum untuk menuju suatu sistem hukum modern. Selain faktor internal, ada faktor eksternal yang mempengaruhi globalisasi yang memaksa kehadiran instrumen asing seperti perjanjian internasional di dalam sistem hukum yang sedang bereformasi.
Dengan demikian terjadi benturan antara perjanjian internasional dengan hukum nasional. Sistem hukum yang bereformasi ini telah menekankan aspek konstitutionalitas sehingga memberi batasan kepada kekuasaan negara terhadap rakyatnya. Sekaligus membatasi kekuasaan negara untuk membuat perjanjian internasional yang selama ini dinikmati sebagai prerogatif Presiden.
Konstitusi menjadi tolak ukur dalam penyelenggaraan negara dan menjadi basis untuk menentukan norma apa yang dapat diterima untuk membatasi kebebasan individu.
Kenapa hal ini memiliki masalah?
Persoalan konstitusionalitas perjanjian internasional tidak pernah dipersoalkan karena secara konvensional perjanjian internasional dipahami hanya sebagai kontrak antar negara. Nyaris tidak berhubungan dengan domain hukum nasional.
Secara substansi, perjanjian internasional konon hanya dimengerti sebagai instrumen yang mengatur hubungan antar negara dan tidak mengatur objek internal negara. Seringkali perjanjian internasional hanya dilihat sebagai urusan Kementerian Luar Negeri. Saat ini, kedua perkembangan di atas telah semakin mengintensifkan interaksi dan interplay antara perjanjian internasional dengan hukum nasional yang ditandai dengan semakin banyaknya persoalan hukum nasional yang ternyata diatur juga oleh perjanjian internasional.
Bagaimana solusi menghadapi perjanjian internasional yang bertentangan dengan konstitusi?
Pemerintah telah membuat suatu perjanjian internasional yang memperhatikan Konstitusi Negara Republik Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) yang menjadi hukum nasional tertinggi sesuai dengan hierarki Peraturan Perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Ketentuannya ada di Pasal 4 UU No. 24/2020, Negara tidak boleh ikut dalam suatu perjanjian internasional yang seluruh atau sebagian isinya bertentangan dengan Konstitusi Negara yaitu UUD 1945.
Mengutik pada hukumonline.com mengenai perjanjian internasional dengan hukum nasional, Hikmahanto Juwana sebagai pakar hukum internasional menegaskan selama ini departemen atau instansi yang mengajukan untuk meratifikasi perjanjian internasional tidak melihat pada ketentuan-ketentuan yang ada dalam konstitusi.
Masih mengutip laman hukumonline.com, Hikmahanto Juwana berpendapat:
“Kalau sudah ikut maka peraturan perundang-undangan kita itu harus disisir dulu, ada tidak yang masih belum diatur. Kalau belum ada berarti kita harus membuat aturan itu. Kalau misalnya sudah ada tapi bertentangan maka ketentuan peraturan dalam negeri yang harus menyesuaikan dengan perjanjian internasional, karena kita sudah meratifikasi secara sukarela. Walaupun sukarela sebetulnya ada paksaannya juga. Karena begini, ada negara maju lewat lembaga keuangan internasionalnya mereka akan mensyaratkan, kamu saya kasih bantuan tapi kamu harus ikut perjanjian ini perjanjian itu. Sehingga seolah-olah kita tidak punya kedaulatan untuk menentukan perjanjian mana yang akan kita ikuti.”
Kedudukan perjanjian internasional dalam sistem hukum Indonesia
Jawaban bervariasi yang ada di ruang publik baik di kalangan akademisi maupun praktisi. Di kalangan pakar hukum Indonesia, persoalan yang lebih teknis-juridis juga belum disepakati. Apakah berlakunya perjanjian internasional di level internasional secara otomatis menjadikannya berlaku di hukum nasional?
Dengan pertanyaan yang berhubungan dengan topik ini, yaitu Perjanjian Internasional dengan Hukum Nasional menuai pro dan kontra. Persoalan menjadi lebih kompleks karena persetujuan DPR terhadap perjanjian internasional yang hendak diratifikasi oleh Indonesia dituangkan dalam format Undang-Undang. Padahal Pasal 11 UUD 45 tidak mensyaratkan itu. Penggunaan format UU untuk menjubahi persetujuan DPR telah melahirkan ‘spekulasi’ akademis tentang makna UU ini yang terkait dengan pola pikir dualisme dan monisme diatas.
Menyelesaikan perjanjian internasional dengan hukum nasional
Dengan permasalahan ini akan ada penyesuaian bahasa sesuai tujuannya. Memiliki perjanjian internasional dengan pihak asing maka Anda harus menerjemahkan keseluruhan dokumen yang dibutuhkan ke dalam bahasa yang dapat dimengerti dua belah pihak. Anda dapat menghubungi kami di sini.
penerjemah | interpreter | legalisasi |