Perlindungan data pribadi menjadi hal yang penting pada era digital seperti sekarang ini. Seiring dengan semakin masifnya penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-sehari. Karena faktanya, di Indonesia sering kali terjadi kasus pembobolan data pribadi di berbagai media bahkan platform lainnya. Lantas, bagaimana perlindungan hukum atas privasi dan data pribadi masyarakat?
Sekilas Tentang Privasi dan Data Pribadi
Privasi merupakan suatu hal yang sangat penting bagi individu maupun lembaga untuk berhadapan dan berinteraksi dengan individu atau lembaga lain. Meskipun begitu, jika salah dalam penyampaian informasi yang memiliki kemungkinan bernilai confidential, classified dan rahasia tidak dapat dipungkiri akan menyebabkan kerugian baik material maupun non material.
Kemudian, mengenai data pribadi, pengertiannya dapat ditemukan dalam Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU 24/2013). Pasal 1 angka 22 UU 24/2013 berbunyi:
“Data Pribadi adalah data perseorangan tertentu yang disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaannya.”
Ancaman Kebocoran Informasi Pribadi dan Urgensinya
Selanjutnya, ancaman kebocoran data pribadi kian mengemuka dengan berkembangnya sektor e-commerce di Indonesia. Seperti salah satu Gerakan 1000 Startup yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo, sebagai salah satu pilar dalam pengembangan ekonomi digital. Setidaknya hal ini telah berhasil mendorong tumbuhnya empat startup Unicorn yang berasal dari Indonesia, yakni Tokopedia, Traveloka, Go-Jek, dan Bukalapak.
Tumbuhnya startup digital ini juga telah memicu pengumpulan data pribadi konsumen secara besar – besaran. Tidak hanya data pribadi, tetapi juga data perilaku (belanja/aktivitas dari konsumen), mengacu pada term of services sejumlah E-Commerce di Indonesia, mereka mengumpulkan data pribadi konsumen. Bahkan, hampir semua aplikasi bila ingin dijalankan oleh calon penggunanya maka akan memaksa user-nya untuk memberikan akses ke data lainnya, misalnya akses identitas diri, daftar kontak, lokasi, SMS, foto/media lainnya.
Sehingga, bila user betul-betul ingin menjalankan aplikasi tersebut tidak memiliki pilihan kecuali harus menyetujui akses terhadap data-data tersebut. Sayangnya, belum adanya UU Perlindungan Data Pribadi berakibat pada tidak adanya standarisasi prinsip perlindungan data, yang menyebabkan minimnya pengakuan terhadap right of data subject.
Hubungi tim marketing kami di sini: https://wa.me/6281281620157?text=Hello%20_blank
Perlindungan atas Privasi dan Informasi Pribadi Masyarakat
Selanjutnya, secara konstitusional Negara melindungi privasi dan data penduduk masyarakat. Pasal 28G ayat (1) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) berbunyi:
“Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi”
Pengaturan mengenai perlindungan data pribadi di Indonesia saat ini tersebar di berbagai regulasi baik di level UU maupun aturan pelaksanaan yang efektivitasnya dalam melindungi masyarakat diragukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memperkuat kerangka hukum perlindungan data pribadi adalah dengan membuat sistem perlindungan yang menerapkan prinsip. Dengan menjunjung perlindungan privasi pengguna dalam tataran regulasi maupun teknis.
Prinsip yang menjunjung tinggi perlindungan privasi pengguna ini memiliki tujuh prinsip utama, yaitu:
- Proaktif, bukan reaktif
- Mengutamakan privasi pengguna
- Perlindungan privasi diintegrasikan ke dalam desain
- Memiliki fungsi maksimal
- Sistem keamanan yang total
- Transparansi
- Menghormati privasi pengguna
Bagaimana dengan Hukum di Indonesia?
Sementara dalam melindungi data pribadi pengguna internet, pemerintah Indonesia menggunakan beberapa instrumen hukum yang masing-masing berdiri sendiri. Instrumen tersebut adalah UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik, dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Setiap orang yang dilanggar haknya dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan UU ITE dan perubahannya. Bagaimanapun, para penyelenggara sistem elektronik wajib menghapus informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang tidak relevan yang berada di bawah kendalinya atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
Setiap penyelenggara sistem elektronik juga wajib menyediakan mekanisme penghapusan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sudah tidak relevan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Layanan Mega Penerjemah
Mega Penerjemah merupakan perusahaan yang menyediakan berbagai layanan jasa seperti, jasa penerjemah tersumpah, legalisasi dan interpreter. Anda bisa konsultasikan kebutuhan Anda pada tim marketing kami.