Perlindungan paten di Indonesia sejauh ini masih menyisakan beragam persoalan, baik yang sifatnya praktis (implementasi) maupun konseptual (penerimaan oleh masyarakat). Tiap – tiap negara menerapkan aturan pengelolaan dan perlindungan patennya sendiri dengan alasan bahwa hak paten merupakan suatu hak eksklusif yang diberikan oleh suatu negara.
Paten Cooperation Treaty
Pengajuan permohonan internasional terhadap suatu paten bertujuan agar paten tersebut mendapat perlindungan di beberapa negara. Untuk itu, agar dokumen tersebut diakui di negara lain, maka pemain harus mengajukannya di setiap negara dimana perlindungan terhadap paten tersebut dikehendaki.
Dengan demikian, setiap kantor paten nasional masing – masing negara harus melaksanakan penelitian terhadap permohonan dokumen tersebut. Sistem ini tentu memerlukan pekerjaan, waktu dan biaya yang tidak sedikit. Untuk mengakomodasi permasalahan pendaftaran paten yang demikian, maka lahirlah Patent Cooperation Treaty (PCT) atau perjanjian Kerjasama Paten.
PCT merupakan perjanjian kerjasama paten yang memperkenalkan sistem permohonan internasional dan publikasi internasional, pemeriksaan permulaan internasional atas setiap permohonan paten yang lebih berdaya guna, hemat dan sederhana jika perlindungan tersebut dikehendaki secara internasional.
WIPO Copyright Treaty
WIPO Copyright Treaty atau yang sering disingkat sebagai WCT merupakan perjanjian internasional yang dibentuk pada tahun 1996. WCT ini merupakan instrumen hukum pelengkap the Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works 1886 atau dikenal sebagai Konvensi Berne.
Dalam perjanjian ini terdapat ketentuan – ketentuan tambahan yang mengakomodasi hak – hak para pencipta yang tidak terdapat dalam Konvensi Berne. Terkait dengan pengadopsian perjanjian ini, pada Mei 2001 The European Union Information Directive mengupayakan untuk melakukan harmonisasi European Copyright Laws sesuai dengan ratifikasi Uni Eropa terhadap WCT.
Berdasarkan pasal 20 WCT, WCT akan entry into force sejak 3 bulan setelah 30 instrumen ratifikasi atau aksesi dari negara – negara didepositkan pada Direktur Jenderal WIPO. Dengan adanya ketentuan demikian, pada akhirnya WCT ini baru entry into force 6 tahun sejak dibentuknya konvensi, yaitu pada 6 Maret 2002.
Pengaturan Konvensi Internasional Tentang Hak Cipta
Konvensi internasional merupakan perjanjian internasional. Istilah yang sering digunakan untuk perjanjian menurut Mochtar Kusumaatmadja adalah treat (traktat), pact (fakta), convention (konvensi), charter, declaration, protocol, arrangement, accord, modus, vivendi, covenant dan lain sebagainya.
Tujuan diadakannya perjanjian internasional adalah untuk melindungi atau memberikan kepastian hak atas suatu hak yang ditimbulkan dari suatu perjanjian tersebut kepada setiap peserta negara anggota. Jika dapat dikaitkan dengan konvensi internasional tentang Hak Cipta, bertujuan untuk melindungi Hak Cipta serta internasional.
Harmonisasi dan ratifikasi pengaturan hak cipta di Indonesia
Sebagai salah satu negara yang meratifikasi Paris Convention for the Protection of Intellectual Property atau Paris Convention (Keppres No. 15 Tahun 1997), Indonesia wajib memberikan perlindungan hukum terhadap warga negara sesama anggota Paris Convention. Salah satu bentuk perlindungan hukum sesuai Paris Convention adalah Hak Prioritas.
Hak prioritas adalah hak pemohon untuk mengajukan permohonan yang berasal dari negara yang tergabung dalam Paris Convention atau WTO untuk memperoleh pengakuan bahwa tanggal penerimaan di negara asal merupakan prioritas di negara tujuan yang juga anggota salah satu dari kedua perjanjian itu selama pengajuan tersebut dilakukan dalam kurun waktu yang telah ditentukan berdasarkan Paris Convention.
Hak prioritas untuk permohonan paten adalah paling lama 12 bulan sejak tanggal penerimaan permohonan paten di negara yang anggota Paris Convention atau WTO (pasal 27 ayat [1] UU No. 14 Tahun 2001 tentang Paten).
Sebagai negara anggota Organisasi Perdagangan Dunia atau WTO, Indonesia juga terikat dengan General Agreement on Tariff and Trade 1947/GATT (Keppres No.7 Tahun 1994) dan Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs). Kemudian, Indonesia juga telah meratifikasi Paris Convention. Hak prioritas yang diatur dalam UU Paten berlaku bagi negara anggota Paris Convention atau anggota WTO.
Apabila hak tersebut telah terdaftar negara asal dan juga di Indonesia, maka pemanfaatan paten oleh pihak lain harus melalui perjanjian lisensi. Apabila tidak memperoleh lisensi dari pemegang hak paten, maka pemanfaatan hak tersebut dianggap melawan hukum (pasal 16 jo. pasal 130 UU Paten).
Layanan informasi
Dalam pembuatan dokumen paten membutuhkan penyesuaian bahasa tergantung dari tujuan dokumen masing – masing negara. Anda tidak perlu khawatir karena Mega Translation Service memiliki penerjemah tersumpah, selain itu layanan legalisasi juga kami miliki. Mega Translation Service memiliki berbagai layanan yang dapat mempermudah Anda. Anda dapat menghubungi kami di sini.
penerjemah | interpreter | legalisasi |