Hukum acara perdata merupakan hukum formil yang memiliki fungsi mempertahankan dan menegakkan hukum perdata materiil apabila terjadi pelanggaran. Adapun sistem peradilan di dalam hukum acara perdata terbagi menjadi dua bagian. Namun, sebelum mengulik mengenai sistem itu sendiri, akan dibahas pengertian dari hukum acara perdata pada artikel ini.
Apa yang dimaksud Hukum acara perdata
Burgerlijke Rechtsvordering atau hukum acara perdata yaitu peraturan bagaimana caranya menjamin ditaatinya hukum perdata materiil melalui perantara hakim. Hukum acara perdata tidak membebani kepada ranah hak dan kewajiban, namun untuk mempertahankan dan menegakkan hukum perdata apabila terjadi perselisihan.
Di dalam hukum acara perdata terdapat dua sistem, antara lain:
- Peradilan Voluntaire (Sukarela): Perbuatan hakim disebut sebagai perbuatan administratif dan putusannya bersifat penetapan tanpa disertai alasan – alasan. Pada sistem ini hanya terdapat satu pihak, hakim dapat melebihi apa yang dimohonkan pemohon karena tugas hakim di peradilan voluntaire lebih bercorak administratif (mengatur). Selain itu, hakim memiliki kebebasan menggunakan kebijaksanaan yang dipandang perlu untuk mengatur suatu hal.
- Peradilan Contentieus (sesungguhnya): Tugas hakim adalah menyelesaikan sengketa di dalam sidang pengadilan dan hasil akhirnya disebut putusan (vonis). Berbeda dengan peradilan voluntaire karena minimal terdapat dua pihak yang bersengketa, hakim memiliki keterbatasan hanya pada apa yang dikemukakan dan diminta oleh para pihak. Artinya, hakim menganut asas non ultra petita.
Tata urutan persidangan
Ada beberapa urutan yang cukup panjang dalam persidangan hukum acara perdata. Kira – kira ada 22 langkah dalam urutan persidangan hukum acara perdata gugatan di pengadilan, antara lain:
- Sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum
- Para pihak diperintahkan memasuki ruang sidang
- Para pihak diperiksa identitasnya, demikian pula diperiksa surat izin praktik dari organisasi advokat
- Apabila kedua belah pihak lengkap, maka diberi kesempatan untuk menyelesaikan dengan perkara secara damai
- Ditawarkan apakah akan menggunakan mediator dari lingkungan PN atau tidak
Sampai pada tahap ini akan ditimbang kembali, apabila persidangan tersebut tidak tercapai kesepakatan damai, maka sidang akan dilanjutkan dengan pembacaan surat gugatan oleh penggugat/kuasanya. Namun, apabila perdamaian berhasil maka akan dibacakan dalam persidangan dalam bentuk akta perdamaian yang bertitle “demi keadilan berdasarkan Ketuhanan YME”. Ada lagi pertimbangan lainnya, apabila kedua belah pihak tidak ada perubahan maka persidangan akan tetap dilanjutkan dengan tata cara yang sudah ditentukan.
Asas hukum acara perdata
Terdapat 8 asas pada hukum acara perdata, yakni asas hakim bersifat menunggu, hakim bersikap pasif, sidang terbuka untuk umum, mendengar kedua belah pihak. Selain itu, asas lainnya adalah beracara itu dikenakan biaya, tidak ada keharusan untuk mewakilkan, terikatnya hakim pada alat pembuktian dan putusan hakim yang harus disertai dengan alasan.
Kami akan menjelaskan beberapa asas yang sudah disebutkan di atas, yakni:
- Hakim bersifat menunggu
Inisiatif berperkara di pengadilan oleh pihak yang berkepentingan. Hakim tidak inisiatif mencari perkara dan tidak ada tuntutan hak Nemo yudex sine actor (hak tidak ada hakim). Selain itu, hakim membantu mencarikan keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya yang murah sesuai dengan pasal 4 (2) Undang – Undang No 48/2009.
2. Hakim bersifat pasif
Ruang lingkup perkara ditentukan para pihak dan hakim tidak boleh mengurangi atau pun menambah perkara. Hakin sebagai pimpinan harus aktif apabila menemukan hukum maka akan merujuk pada pasal 5 (1) UU No. 48/2009, dan apabila ingin mendamaikan para pihak maka merujuk pada pasal 10 (2) UU No. 48/2009.
Tata cara penyelesaian perkara perdata
Berbicara mengenai sistem peradilan hukum acara perdata, terdapat tiga jenis perkara di dalam hukum acara perdata, antara lain gugatan, perlawanan dan eksekusi. Pada setiap jenis perkara, cara untuk menyelesaikannya pun berbeda – beda sesuai dengan ketentuan yang sudah ditentukan. Pada artikel ini akan merujuk membahas tata cara penyelesaian pidana perdata pada jenis gugatan. Gugatan harus diajukan dengan surat gugat yang ditandatangani oleh penggugat atau kuasanya yang sah dan ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
Gugatan dapat disampaikan ke Pengadilan Negeri, kemudian akan diberi nomor dan didaftarkan ke dalam buku pendaftaran setelah penggugat membayar biaya perkara tersebut yang besarnya ditentukan oleh Pengadilan Negeri (pasal 121 HIR). Bagi penggugat yang benar – benar tidak mampu membayar biaya perkara, maka harus membuktikan dengan surat keterangan dari Kepala Desa yang bersangkutan dan dapat mengajukan gugatannya secara prodeo.
Penggugat yang tidak dapat menulis dapat mengajukan gugatannya secara lisan dihadapan Ketua Pengadilan Negeri yang akan meminta mencatat gugatan tersebut (Pasal 120 HIR).
Interpreter sebagai pendampingan sidang
Apabila Anda yang membaca artikel ini merupakan seseorang yang memiliki badan hukum atau bekerja di badan hukum, mungkin saja Anda membutuhkan jasa interpreter untuk klien Anda. Di Mega Translation Service, kami memberikan layanan jasa tersebut yang dapat Anda manfaatkan. Anda dapat menanyakan perihal biaya kepada tim marketing kami, hubungi tim marketing di sini.